|
Foto: lintas.me |
Sulawesi Tengah, kawasan yang sangat rawan gempa, karena
berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik, kemarin digoyang oleh gempa berkekuatan
5,2 SR. Memang tak terlalu terasa. Namun sebagai daerah di kawasan yang punya
potensi kegempaan tinggi, setiap guncangan haruslah direspon dengan kewaspadaan.
BMKG telah melaporkan terjadinya gempa berkekuatan 5,2 SR di 66 km Timur Laut
Donggala, Sulawesi Tengah, pada Kamis, 15 Januari 2015, pukul 07.09 WIB. Pusat
gempa berada di daratan, pada kedalaman 33 km, dan tidak berpotensi tsunami.
Posko BNPB telah mengonfirmasi gempa tersebut ke BPBD Kabupaten
Donggala. Di Kota Donggala dan Kecamatan Sabang, Kabupaten Donggala, yang
berdekatan dengan pusat gempa, guncangan dirasakan lemah dan berlangsung hanya selama
3 sampai 5 detik. Tidak ada kepanikan karena kejadian gempa tersebut. Juga tidak
ada laporan kerusakan pada rumah dan bangunan. Dari analisis peta, guncangan
gempa menunjukkan skala II-III MMI, yang artinya guncangan lemah.
|
Foto: nefosnews.com |
Mengingat kawasan tempat mereka tinggal berada di daerah
rawan gempa, maka masyarakat di wilayah Donggala perlu selalu meningkatkan
kesiap-siagaan untuk menghadapi gempa dan tsunami, yang dapat terjadi kapan
saja. Tingginya aktivitas kegempaan di kawasan ini. memang tidak terlepas dari
lokasinya yang berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australia,
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Pertemuan ketiga lempeng ini bersifat konvergen, dan
ketiganya bertumbukan, sehingga mengakibatkan daerah Sulawesi Tengah, dan
sekitarnya, menjadi kawasan yang sangat rawan gempa. Sesar Palu-Koro di daratan,
yang memanjang dari Palu ke arah Selatan dan Tenggara, melalui Sulawesi Selatan
bagian Utara menuju ke Selatan Bone sampai di Laut Banda, merupakan zona
patahan aktif yang memiliki potensi kegempaan relatif tinggi.
|
Foto: mediapalu.com |
Beberapa kejadian gempa dan tsunami di Donggala, dan
sekitarnya, pernah terjadi antara lain di Donggala pada 1927, Parigi pada 1938,
Tambu pada 1968, Toli-Toli dan Donggala pada 1996 dengan kekuatan 6,3 SR.
Tinggi tsunami di Donggala tahun pada 1927 mencapai 15 meter, sedangkan gempa di
Toli-Toli dan Donggala pada 1996, memicu tsunami setinggi 2 meter, dengan
limpasan air laut ke daratan sejauh 400 meter, sehingga menimbulkan korban jiwa
dan kerusakan.
Oleh sebab itulah, maka wajib untuk selalu mengimplementasikan
tata ruang yang berbasis bencana, dan membangun masyarakat yang tangguh
menghadapi bencana. Karena gempa dan tsunami dapat terjadi kapan saja, tanpa
dapat diprediksi sebelumnya.
Sumber: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar