Rabu, 18 Februari 2015

Belajar Pada Ketangguhan Masyarakat Kelud

Memperingati terjadinya bencana memang terdengar kurang menyenangkan. Namun khusus dalam kaitan mengenang terjadinya letusan Gunung Kelud, dan bagaimana tanggapnya masyarakat terdampak dalam menghadapinya, merupakan pelajaran yang tak akan pernah diperoleh di sekolah mana pun. Mereka memang ditimpa bencana, akan tetapi mereka menerimanya sebagai karunia di kemudian hari. Sebab, sejak jauh-jauh hari, mereka sudah menyiapkan diri untuk menghadapi datangnya bencana itu. Jadi, kalau ingin melihat bagaimana mereka menyambut datangnya bencana itu, simak kisah nyata berikut ini....

Foto: wongkediri.net
Setahun yang lalu, pada 13 Februari 2014, sesuai perhitungan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Kelud akhirnya meletus dengan dahsyat. Dalam peristiwa yang menakjubkan itu, Gunung Kelud memuntahkan 150 juta meter kubik material batu, pasir, dan abu vulkanik, dalam satu hari. Letusannya menjulang ke angkasa hingga 17 km. Abu vulkanik menutup sebagian besar wilayah Jawa.

Foto: wongkediri.net
Bayangkan, 150 juta meter kubik material vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunung Merapi selama sebulan, oleh Gunung Kelud hanya disemburkan dalam sehari. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya letusan itu. Namun anehnya, peristiwa itu terjadi ‘dengan damai’. Karena bisa dibilang tak menimbulkan korban. Pada letusan terjadi pada malam hari. Ya, memang ada beberapa orang yang tewas akibat letusan Gunung Kelud tersebut, tapi karena tertimpa rumah atau akibat menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), lantaran abu vulkanik.

Foto: wongkediri.net
Dari peristiwa tersebut, dari sisi penyelamatan manusia, letusan Gunung Kelud merupakan cerita sukses tersendiri. Bayangkan, sekitar 180.000 jiwa masyarakat Kediri, Malang, dan Blitar, berhasil dievakuasi hanya dalam waktu kurang dari 2 jam, yaitu mulai pukul 21.15 hingga 22.50 WIB. Evakuasi berjalan dengan tertib dan lancar. Bahkan, pasca bencana pun berlangsung kurang dari setahun hingga kondisi kehidupan masyarakat normal kembali.

Foto: wongkediri.net
Pertanyaan besarnya: Mengapa masyarakat Kelud bisa begitu tangguh? Berikut inilah rahasianya. Rupanya, pemerintah dan otoritas setempat, kali ini sudah jauh lebih siap untuk menghadapi letusan Gunung Kelud, dibanding saat letusan pada 2007. Masyarakat pun telah bersiap menghadapi letusan ini dari jauh hari sebelumnya. Camat, kepala desa, tokoh masyarakat, TNI, Polri, relawan, dan pengamat gunung api bersama-sama memastikan masyarakat mengetahui apa makna informasi status gunung, yang disampaikan secara berkala, dan apa yang harus dilakukan pada setiap situasi.

Foto: wongkediri.net
Pada 28 Desember 2013, gladi lapang evakuasi di tiga desa KRB III di Ngancar. Gladi ini disiarkan langsung oleh RAPI dan radio-radio komunitas ke tiga kabupaten. Informasi mengalir dari satu sumber melalui satu saluran yang disiapkan khusus. Sehingga masyarakat bisa menerima informasi secara satu makna, satu tafsir, tunggal.

Foto: simomot.com
Respon bencana Kelud juga menampilkan kekuatan kultural masyarakat. Masyarakat Kelud pada dasarnya adalah masyarakat Jawa menjunjung tinggi nilai-nilai “Hormat dan Harmoni”. Hormat dimaknai sebagai memberi respek kepada peran setiap orang, dan sebaliknya menjalankan peran yang diberikan dengan setia dan disiplin. Harmoni diartikan menjaga keselarasan dengan alam dan manusia, di mana setiap orang adalah mikrokosmos yang berperan memelihara harmoni dunia makrokosmos. Itulah kearifan penting untuk hidup harmonis bersama alam. Para orangtua di sana percaya, abu Gunung Kelud adalah warisan kesuburan bagi anak cucu kelak.

Karena Tuhan memang menciptakan segala sesuatu dengan tiada yang sia-sia....

Sumber: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar