Minggu, 21 Desember 2014

Awas Januari Sebagai Puncak Kejadian Bencana

Ilustrasi: merdeka.com
Sesuai pola kejadian bencana di Indonesia, Januari adalah puncak kejadian bencana. Sebab lebih dari 90% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yaitu banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan lahan. Bencana hidrometeorologi berkorelasi positif dengan pola curah hujan. Sebagian besar wilayah Indonesia puncak hujan terjadi pada Januari. Selama Desember-Maret, hujan akan tinggi sehingga pada bulan ini banyak banjir, longsor, dan puting beliung. Di Indonesia, rata-rata kejadian bencana 1.295 kejadian per tahunnya. Tiga daerah paling banyak bencana adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur karena memang penduduknya banyak di daerah ini.

Baleendah, Soreang, Palasari, Andir, Dayeuhkolot, dan lain-lain, semuanya banjir.

Jatuh korban 2 orang tewas akibat puting beliung yang terjadi sebelum hujan.

Bencana hidrometeorologi tidak terjadi tiba-tiba tetapi akumulasi dan interaksi dari berbagai faktor, seperti sosial, ekonomi, degradasi lingkungan, urbanisasi, kemiskinan, tata ruang, dan lain-lain. Misal, banjir yang saat ini menggenangi daerah Dayeuhkolot, Baleendah, dan lainnya di Bandung Selatan. Banjir serupa telah terjadi sejak tahun 1931, karena wilayah tersebut adalah Cekungan Bandung, yang bentuknya seperti mangkok di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum. Banjir serupa persis, terjadi pada 19 Februari 2014, di tempat tersebut (lihat foto). Hal yang sama, juga terjadi di banjir Bojonegoro, Tuban, Gresik, Cilacap, dan sebagainya, yang saat ini banjir.

Puting beliung yang merusak 700 rumah dan menimbulkan 2 orang tewas. Mirip tornado.

Bertambahnya penduduk, yang akhirnya tinggal di daerah rawan bencana, adalah konsekuensi dari lemahnya implementasi tata ruang dan penegakan hukum. Kawasan industri dibangun pada daerah-daerah rawan bencana. Masyarakat dibiarkan tinggal di daerah rawan banjir dan longsor tanpa ada proteksi yang memadai. Banjir dan longsor sebenarnya adalah bencana yang dapat diminimumkan resikonya. Sebab kita sudah tahu kapan, di mana, dan apa yang harus dilakukan. Kunci utama dari semua itu adalah mitigasi struktural dan nonstructural komprehensif, penataan ruang dan penegakan hukum.

Sumber: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar